Birokrasi mengandung pengertian adanya pengaturan agar sumber daya yang ada dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tertentu. Birokrasi, sebagaimana dikemukakan oleh Weber merupakan sistem dalam, organisasi. Sebagai sebuah sistim dalam organisasi birokrasi haruslah diatur secara rasional, impresonal (kedinasan), bebas prasangka dan tidak memihak. Dengan pengaturan tersebut diharapkan organisasi akan dapat memanfaatkan sumber daya manusia aparatur secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam konteks seperti yang diuraikan di atas birokrasi sebenarnya bermakna positif. Birokrasi tidak seperti yang dikenal umum seperti saat ini. Birokrasi terlalu sering dimaknai negatif dengan proses yang berbelit-belit, panjang, penuh ketidakpastian, penuh formalitas, feodal dan high cost economy, penghambat investasi dal lain sebagainya.
Birokrasi Indonesa dapat diibaratkan dengan sebuah bangunan yang mempunyai enam pilar utama. Pilar-pilar tersebut adalah individu aparatur, kepemimpinan, struktur dan institusi, sistem dan prosedur, budaya masyarakat dan kesejahteraan. Namun demikian apabila dicermati satu persatu ternyata pilar-pilar tersebut sangat rapuh. Pilar-pilar tersebut tidak cukup kokoh dan tidak akan mampu menopang bagi terciptanya birokrasi yang profesional. Individu aparatur mempunyai beberapa kelemahan mendasar yaitu kurangnya kompetensi, lemahnya internalisasi nilai-nilai dan etos kerja, bekerja lebih banyak berdasarkan perintah daripada inisiatif dan inovasi. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya tingkat kesejahteraan aparatur.Sistem dan prosedur birokrasi mempunyai kelemahan yang mendasar yaitu kurangnya sistim pemantauan, pengendalian, pengawasan dan penilaian aparatur yang terukur, sistim karir yang tidak pasti, prosedur mutasi dan promosi yang tidak transparan. Dari aspek struktur dan institusi terdapat kelemahan yang mendasar yaitu struktur yang besar dan kewenangan yang tidak fokus.