Advertising

Senin, 08 Oktober 2012

SELAMATKAN RIAM KANAN !

Harian Radar Banjarmasin, 2 dan 3 Oktober 2012

Beberapa waktu terakhir media lokal dan nasional menyoroti mengenai maraknya aktifitas illegal minning, khususnya penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan. Pemerintah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dan pihak terkait lainnya seperti Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, Kepolisian, TNI, PLTA Ir. P.M. Noor dan institusi terkait lainnya telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan aktifitas tersebut. Penyebarluasan informasi, patroli pengawasan dan operasi penertiban telah digelar berulang-ulang. Sayangnya sampai saat ini aktifitas kontraversial tersebut belum juga hilang. Secara kuantitas aktifitas penambangan liar di sekitar Waduk Riam Kanan mengalami penurunan khususnya dari jumlah penambang. Pada awal 2009, diperkirakan jumlah penambang liar menembus sampai angka 2.000-an. Saat ini diperkirakan menurun menjadi 400-an penambang, seiring dengan gencarnya berbagai upaya tersebut di atas.

Pada awalnya para penambang di sekitar Waduk Riam Kanan menggunakan cara-cara tradisional. Di kalangan masyarakat lokal cara-cara tradisional tersebut dikenal dengan cara “melenggang”. Beberapa tahun terakhir berkembang cara-cara penambangan semi mekanik dengan bantuan mesin-mesin. Awalnya adalah dengan memanfaatkan tromol dalam proses pengolahan. Kemudian beberapa tahun terakhir berkembanglah teknologi pengolahan dengan memanfaatkan mesin tong. Entah gagasan dari mana yang mengilhami perkembangan teknologi tersebut. Bahan-bahan kimia berbahaya juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses pengolahan dari bahan baku menjadi emas yang sesungguhnya yang menjadi target akhir yang diinginkan oleh para penambang. Bahan kimia yang dimaksud antara lain : mercuri, carbon active, potassium, caustic soda, phospat, urea dan sebagainya.


Lokasi penambangan tersebar di beberapa desa sekitar Waduk Riam Kanan. Antara lain lokasi-lokasi yang sudah berhasil diidentifikasi adalah di Desa Tiwingan Baru, Benua Riam, Artain, Bunglai, Rantau Balai yang secara umum masuk dalam kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam. Dalam kawasan konservasi sama sekali tidak diperbolehkan aktifitas yang merusak lingkungan termasuk aktifitas penambangan. Secara administratif desa-desa ini adalah termasuk dalam wilayah Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar. Tidak tertutup kemungkinan aktifitas penambangan liar juga terjadi desa-desa lain di sekitar Waduk Riam Kanan, baik yang masuk dalam kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam maupun yang berada di luarnya. Akibat sulitnya aksesibilitas dan terbatasnya sumber daya yang ada lokasi tertentu belum bisa teridentifikasi oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dan instansi terkait lainnya.

Pelaku penambangan emas liar di lapangan adalah para buruh yang pada umumnya adalah berasal dari masyarakat lokal. Melihat semakin meningkatnya teknologi penambangan tidak tertutup kemungkinan ada keterlibatan pihak luar. Mereka adalah baik para pemodal maupun backing. Untuk membangun mesin tromol, tong diperlukan modal tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta. Oleh karena itu dipastikan adanya pemodal besar yang memasok kepada masyarakat. Begitu juga dengan bahan-bahan kimia yang digunakan, tidak serta merta dapat diperoleh di lokasi kalau tidak dipasok dari luar. Meskipun berkali-kali dilakukan penertiban dengan cara merusak sebagian peralatan vital, menyita dan merusak mesin penggerak, merusak tiang penyangga tromol dan kemudian merobohkannya, merobohkan tong, dalam waktu tidak terlalu lama aktifitas marak lagi baik dengan cara membangun fasilitas lama atau kembali membangun fasilitas baru.Pemodal dan penadahpun tidak berani kalau tidak ada oknum yang mem-backup.

Penambangan emas liar telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang luar biasa. Kerusakan yang secara langsung terlihat adalah munculnya galian-galian lubang yang menganga cukup besar. Lubang-lubang tersebut begitu saja ditinggalkan oleh para penambang. Lebar dan kedalamannya bisa mencapai lebih dari 20 meter. Lubang-lubang ini secara sporadis tersebar di beberapa lokasi di sekitar Waduk Riam Kanan. Bukit-bukit yang pada awalnya berhutan menjadi rusak dan tak satupun pohon mampu tumbuh lagi. Pohon-pohon yang merupakan bagian terpenting dari sebuah kawasan konservasi tumbang dan mati dengan sendirinya karena penggalian bahan baku emas di sekitarnya.

Limbah penambangan yang berupa pasir dan lumpur bercampur zat-zat kimia menumpuk di sekitar lokasi penambangan dan dialirkan ke perairan menyebabkan air menjadi keruh dan tercemar. Dalam jangka panjang dapat mengganggu transportasi antar desa di Riam Kanan yang selama ini mengandalkan transportasi air  semacam klotok, dan ketinting. Secara umum fungsi utama Waduk Riam Kanan adalah sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas mencapai 10 x 3 MW, untuk pengendalian banjir, irigasi persawahan masyarakat, budi daya perikanan air tawar (darat), obyek wisata, sarana pendukung transportasi antar desa dan sumber baku air minum  PDAM.

Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalimantan Selatan pernah merilis data bahwa telah ditemukan kandungan beberapa zat kimia pada air Waduk Riam Kanan. (Banjarmasin Post, 5 April, 2010). Antara lain adalah sebagai berikut. Arsenik 0,06 mg/liter air, padahal baku mutunya 0,005 mg/liter air. Mangan sebanyak 0,5 mg/liter air, padahal baku mutunya 0,1 mg/liter air. Kemudian seng 0,1305 mg/liter, sedangkan batas ambangnya 0,05 mg/liter air. Besi sebesar 7,66 mg/liter, baku mutu seharusnya mg/liter air. Merkuri adalah 0,18 mg/liter, sementara batas mutunya sebesar 0,001 mg/liter. Kondisi ini menunjukkan bahwa air Waduk Riam Kanan sangat membahayakan bagi kesehatan umat manusia. Memang dampaknya tidak terlihat secara instan tetapi bisa jadi akan terlihat beberapa puluh tahun ke depan, sehingga banyak yang tidak sadar akan hal ini.

Selama ini Air Waduk Riam Kanan juga menjadi sumber air dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan budidaya perikanan air tawar, baik dalam bentuk jala apung di Waduk Riam Kanan maupun kolam-kolam ikan yang mengandalkan aliran air irigasi Waduk Riam Kanan. PDAM konon kabarnya mengandalkan suplai air Waduk Riam Kanan sebagai salah satu sumber air baku. Akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa aktifitas penambangan liar akan sangat merugikan masyarakat lokal maupun masyarakat luas yang secara langsung atau tidak langsung mengkonsumsi air Waduk Riam Kanan.

PLTA Ir. PM Noor juga permah merilis data mengenai tingkat sedimentasi di Waduk Riam Kanan (Banjarmasin Post, 6 April 2010). Sedimentasi lumpur di Waduk Riam Kanan naik sebesar 25 cm/tahun sejak tahun 2000. Tingginya erosi mengakibatkan lumpur masuk ke sistem pendingin turbin PLTA Ir. P.M. Noor dan pada akhirnya merusak mesin pembangkit. Sedimentasi ini salah satunya juga disebabkan oleh aktifitas penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan. Kalau penambangan terus terjadi maka akan berdampak pada terganggunya proses produksi listrik oleh PLTA Ir. PM Noor yang selama ini mensuplai energi listrik untuk masyarakat di wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah. Akhirnya yang dirugikan tidak lain adalah masyarakat luas.

Kardoyo (Manajer PLTA Ir. P.M. Noor) telah berkali-kali mengungkapkan mengenai potensi jebolnya dinding Waduk Riam Kanan pada berbagai kesempatan melalui beberapa media lokal. Bahan-bahan kimia berbahaya yang mengendap bersama-sama limbah penambangan dalam jangka waktu tertentu mampu membuat keropos dinding Waduk Riam Kanan. Seharusnya kita bisa memetik hikmah dari kasus Situ Gintung yang pernah jebol beberapa waktu lalu yang berdampak pada jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Seperti apa jadinya, kalau dinding Waduk Riam Kanan jebol. Dengan luas waduk mencapai 68 Km2 atau 6.800 Ha dan volume air efektif bisa mencapai 492.000.000 M3 dampaknya pasti lebih menyengsarakan. Sedimentasi ini juga berakibat menurunnya kemampuan waduk menampung volume air, sehingga potensi banjir menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kalimantan Selatan yang tinggal di bawah Waduk Riam Kanan.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dan pihak-pihak terkait seperti Kepolisian, TNI, PLTA Ir. PM Noor dan lain-lain. Hal ini mengingat dampak penambangan liar yang berupa kerusakan lingkungan secara luas. Lokasi penambangan emas liar juga merupakan kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam yang seharusnya secara hukum memang tidak boleh ada aktifitas perusakan lingkungan termasuk penambangan. Gubernur Kalimantan Selatan dalam hal ini telah memberikan perhatian khusus bagi penyelamatan Waduk Riam Kanan, dengan memerintahkan jajaran terkait untuk melakukan operasi penertiban minimal satu bulan satu kali.

Sayangnya sampai saat ini belum ada satupun unsur pelaku penambangan emas liar yang ditangkap atau diproses secara hukum. Apakah buruh, pemodal, penadah hasil atau backing-nya. Tidak mungkin masing-masing unsur pelaku penambangan itu berjalan dengan sendirinya, pasti ada jalinan kerjasama yang cukup rapi diantara mereka. Aktifitas penambangan emas liar ini telah melanggar beberapa Undang-Undang (UU) sekaligus. Antara lain UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Yang terpenting lagi adalah bahwa aktifitas penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan telah menimbulkan kerusakan lingkungan secara luas dan jika dikaji lebih mendalam pasti lebih banyak aspek mudharat bagi masyarakat luas.

Besarnya aspek mudharat yang ditimbulkan oleh aktifitas penambangan liar pada umumnya, telah mendorong Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan untuk mengeluarkan fatwa. Fatwa MUI Wilayah IV Kalimantan No. : 127/MUI-KS/XII/2006 tanggal 13 Desember 2006 menyatakan sebagai berikut. Pertama, penebangan dan penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan atau negara hukumnya haram. Kedua, semua kegiatan dan penghasilan yang didapat dari bisnis tersebut tidak sah dan hukumnya haram. Ketiga, penegak hukum wajib bertindak tegas sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Seharusnya fatwa ini juga mengingatkan kita semua, untuk bersama-sama mencegah dan memerangi hal-hal yang menimbulkan kemudharatan yang luar biasa, termasuk penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan.

Beberapa program yang bertujuan untuk untuk pemberdayaan masyarakat lokal telah lama diluncurkan. Kementerian Kehutanan melalui berbagai bentuk kegiatan reboisasi di Riam Kanan dan pada tahun-tahun terakhir melalui Balai Pengelolaan Daerah (BPDAS) Barito juga meluncurkan program sejenis bantuan sosial. Program tersebut bertajuk Bantuan Langsung Masyarakat Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis Konservasi (BLM-PPMPBK), yang dalam proses perjalanan dan hasil akhirnya salah satunya bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat lokal. Sejak 2011 juga diluncurkan program rehabilitasi lahan kritis baik dengan pola Kebun Bibit Rakyat (KBR) dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kawasan Konservasi (RHL KK), yang sebagian besar komoditasnya disesuaikan dengan keperluan masyarakat lokal. Sedangkan dari PLTA Ir. P.M. Noor sejak lama telah aktif dalam program bantuan bibit untuk masyarakat lokal seperti karet, durian dan sukun. Bibit ini ditanam di sekitar Waduk Riam Kanan sampai elevasi tertentu pada tahun 2003/2004.

Tugas berat dan mulia dalam menyelamatkan Riam Kanan di depan mata. Saatnya Pemerintah, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dunia usaha dan elemen terkait lainnya ber sinergi dan dan bertindak, untuk bertindak menyelamatkan Riam Kanan. Selamatkan zona penyangga kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan ! Stop penambangan Riam Kanan sebelum bencana besar datang menghadang.  Selamatkan Riam Kanan untuk kita semua !

Semoga …..

Tidak ada komentar: