Beberapa waktu terakhir media lokal dan nasional menyoroti mengenai maraknya aktifitas illegal minning, khususnya penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan. Pemerintah melalui Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dan pihak terkait lainnya seperti Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, Kepolisian, TNI, PLTA Ir. P.M. Noor dan institusi terkait lainnya telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan aktifitas tersebut. Penyebarluasan informasi, patroli pengawasan dan operasi penertiban telah digelar berulang-ulang. Sayangnya sampai saat ini aktifitas kontraversial tersebut belum juga hilang. Secara kuantitas aktifitas penambangan liar di sekitar Waduk Riam Kanan mengalami penurunan khususnya dari jumlah penambang. Pada awal 2009, diperkirakan jumlah penambang liar menembus sampai angka 2.000-an. Saat ini diperkirakan menurun menjadi 400-an penambang, seiring dengan gencarnya berbagai upaya tersebut di atas.
Pada awalnya para penambang di sekitar Waduk Riam
Kanan menggunakan cara-cara tradisional. Di kalangan masyarakat lokal cara-cara
tradisional tersebut dikenal dengan cara “melenggang”. Beberapa tahun terakhir
berkembang cara-cara penambangan semi mekanik dengan bantuan mesin-mesin.
Awalnya adalah dengan memanfaatkan tromol dalam proses pengolahan. Kemudian
beberapa tahun terakhir berkembanglah teknologi pengolahan dengan memanfaatkan
mesin tong. Entah gagasan dari mana yang mengilhami perkembangan teknologi
tersebut. Bahan-bahan kimia berbahaya juga menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dalam proses pengolahan dari bahan baku menjadi emas yang
sesungguhnya yang menjadi target akhir yang diinginkan oleh para penambang.
Bahan kimia yang dimaksud antara lain : mercuri,
carbon active, potassium, caustic soda, phospat, urea dan sebagainya.
Lokasi penambangan tersebar di beberapa desa
sekitar Waduk Riam Kanan. Antara lain lokasi-lokasi yang sudah berhasil
diidentifikasi adalah di Desa Tiwingan Baru, Benua Riam, Artain, Bunglai,
Rantau Balai yang secara umum masuk dalam kawasan konservasi Taman Hutan Raya
Sultan Adam. Dalam kawasan konservasi sama sekali tidak diperbolehkan aktifitas
yang merusak lingkungan termasuk aktifitas penambangan. Secara administratif
desa-desa ini adalah termasuk dalam wilayah Kecamatan Aranio Kabupaten Banjar. Tidak
tertutup kemungkinan aktifitas penambangan liar juga terjadi desa-desa lain di
sekitar Waduk Riam Kanan, baik yang masuk dalam kawasan konservasi Taman Hutan
Raya Sultan Adam maupun yang berada di luarnya. Akibat sulitnya aksesibilitas
dan terbatasnya sumber daya yang ada lokasi tertentu belum bisa teridentifikasi
oleh Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Selatan dan instansi terkait lainnya.
Pelaku penambangan emas liar di lapangan adalah
para buruh yang pada umumnya adalah berasal dari masyarakat lokal. Melihat
semakin meningkatnya teknologi penambangan tidak tertutup kemungkinan ada
keterlibatan pihak luar. Mereka adalah baik para pemodal maupun backing. Untuk membangun mesin tromol,
tong diperlukan modal tidak sedikit, bahkan bisa mencapai ratusan juta. Oleh
karena itu dipastikan adanya pemodal besar yang memasok kepada masyarakat. Begitu
juga dengan bahan-bahan kimia yang digunakan, tidak serta merta dapat diperoleh
di lokasi kalau tidak dipasok dari luar. Meskipun berkali-kali dilakukan
penertiban dengan cara merusak sebagian peralatan vital, menyita dan merusak
mesin penggerak, merusak tiang penyangga tromol dan kemudian merobohkannya,
merobohkan tong, dalam waktu tidak terlalu lama aktifitas marak lagi baik
dengan cara membangun fasilitas lama atau kembali membangun fasilitas
baru.Pemodal dan penadahpun tidak berani kalau tidak ada oknum yang mem-backup.
Penambangan emas liar telah menimbulkan kerusakan
lingkungan yang luar biasa. Kerusakan yang secara langsung terlihat adalah
munculnya galian-galian lubang yang menganga cukup besar. Lubang-lubang tersebut
begitu saja ditinggalkan oleh para penambang. Lebar dan kedalamannya bisa
mencapai lebih dari 20 meter. Lubang-lubang ini secara sporadis tersebar di
beberapa lokasi di sekitar Waduk Riam Kanan. Bukit-bukit yang pada awalnya
berhutan menjadi rusak dan tak satupun pohon mampu tumbuh lagi. Pohon-pohon
yang merupakan bagian terpenting dari sebuah kawasan konservasi tumbang dan
mati dengan sendirinya karena penggalian bahan baku emas di sekitarnya.
Limbah penambangan yang berupa pasir dan lumpur
bercampur zat-zat kimia menumpuk di sekitar lokasi penambangan dan dialirkan ke
perairan menyebabkan air menjadi keruh dan tercemar. Dalam jangka panjang dapat
mengganggu transportasi antar desa di Riam Kanan yang selama ini mengandalkan
transportasi air semacam klotok, dan ketinting.
Secara umum fungsi utama Waduk Riam
Kanan adalah sebagai pembangkit listrik dengan kapasitas mencapai 10 x 3 MW, untuk
pengendalian banjir, irigasi persawahan masyarakat, budi daya perikanan air
tawar (darat), obyek wisata, sarana pendukung transportasi antar desa dan
sumber baku air minum PDAM.
Badan
Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kalimantan Selatan pernah merilis data
bahwa telah ditemukan kandungan beberapa zat kimia pada air Waduk Riam Kanan. (Banjarmasin Post, 5 April, 2010). Antara lain
adalah sebagai berikut. Arsenik 0,06 mg/liter air, padahal baku mutunya 0,005 mg/liter air. Mangan sebanyak 0,5 mg/liter air, padahal baku mutunya 0,1 mg/liter air.
Kemudian seng 0,1305 mg/liter, sedangkan batas ambangnya 0,05 mg/liter air. Besi
sebesar 7,66 mg/liter, baku mutu seharusnya mg/liter air. Merkuri adalah 0,18 mg/liter, sementara batas
mutunya sebesar 0,001 mg/liter. Kondisi ini menunjukkan bahwa air Waduk Riam
Kanan sangat membahayakan bagi kesehatan umat manusia. Memang dampaknya tidak
terlihat secara instan tetapi bisa jadi akan terlihat beberapa puluh tahun ke
depan, sehingga banyak yang tidak sadar akan hal ini.
Selama ini Air Waduk Riam Kanan juga menjadi sumber air dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan budidaya perikanan air tawar, baik dalam bentuk jala apung di Waduk Riam Kanan maupun kolam-kolam ikan yang mengandalkan aliran air irigasi Waduk Riam Kanan. PDAM konon kabarnya mengandalkan suplai air Waduk Riam Kanan sebagai salah satu sumber air baku. Akhirnya sampai pada satu kesimpulan bahwa aktifitas penambangan liar akan sangat merugikan masyarakat lokal maupun masyarakat luas yang secara langsung atau tidak langsung mengkonsumsi air Waduk Riam Kanan.
PLTA Ir. PM Noor juga permah merilis data mengenai tingkat sedimentasi di Waduk Riam Kanan (Banjarmasin Post, 6 April 2010). Sedimentasi lumpur di Waduk Riam Kanan naik sebesar 25 cm/tahun sejak tahun 2000. Tingginya erosi mengakibatkan lumpur masuk ke sistem pendingin turbin PLTA Ir. P.M. Noor dan pada akhirnya merusak mesin pembangkit. Sedimentasi ini salah satunya juga disebabkan oleh aktifitas penambangan emas liar di sekitar Waduk Riam Kanan. Kalau penambangan terus terjadi maka akan berdampak pada terganggunya proses produksi listrik oleh PLTA Ir. PM Noor yang selama ini mensuplai energi listrik untuk masyarakat di wilayah Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah. Akhirnya yang dirugikan tidak lain adalah masyarakat luas.
Kardoyo (Manajer PLTA Ir. P.M. Noor) telah berkali-kali mengungkapkan mengenai potensi jebolnya dinding Waduk Riam Kanan pada berbagai kesempatan melalui beberapa media lokal. Bahan-bahan kimia berbahaya yang mengendap bersama-sama limbah penambangan dalam jangka waktu tertentu mampu membuat keropos dinding Waduk Riam Kanan. Seharusnya kita bisa memetik hikmah dari kasus Situ Gintung yang pernah jebol beberapa waktu lalu yang berdampak pada jatuhnya korban jiwa dan harta benda. Seperti apa jadinya, kalau dinding Waduk Riam Kanan jebol. Dengan luas waduk mencapai 68 Km2 atau 6.800 Ha dan volume air efektif bisa mencapai 492.000.000 M3 dampaknya pasti lebih menyengsarakan. Sedimentasi ini juga berakibat menurunnya kemampuan waduk menampung volume air, sehingga potensi banjir menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kalimantan Selatan yang tinggal di bawah Waduk Riam Kanan.
Berbagai
upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui Dinas Kehutanan Provinsi
Kalimantan Selatan dan pihak-pihak terkait seperti Kepolisian, TNI, PLTA Ir. PM
Noor dan lain-lain. Hal ini mengingat dampak penambangan liar yang berupa
kerusakan lingkungan secara luas. Lokasi penambangan emas liar juga merupakan
kawasan konservasi Taman Hutan Raya Sultan Adam yang seharusnya secara hukum
memang tidak boleh ada aktifitas perusakan lingkungan termasuk penambangan. Gubernur
Kalimantan Selatan dalam hal ini telah memberikan perhatian khusus bagi
penyelamatan Waduk Riam Kanan, dengan memerintahkan jajaran terkait untuk
melakukan operasi penertiban minimal satu bulan satu kali.
Sayangnya
sampai saat ini belum ada satupun unsur pelaku penambangan emas liar yang ditangkap
atau diproses secara hukum. Apakah buruh, pemodal, penadah hasil atau backing-nya. Tidak mungkin masing-masing
unsur pelaku penambangan itu berjalan dengan sendirinya, pasti ada jalinan kerjasama
yang cukup rapi diantara mereka. Aktifitas penambangan emas liar ini telah
melanggar beberapa Undang-Undang (UU) sekaligus. Antara lain UU No. 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No. 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Yang terpenting lagi adalah bahwa aktifitas penambangan emas liar di
sekitar Waduk Riam Kanan telah menimbulkan kerusakan lingkungan secara luas dan
jika dikaji lebih mendalam pasti lebih banyak aspek mudharat bagi masyarakat luas.
Besarnya aspek mudharat yang ditimbulkan oleh
aktifitas penambangan liar pada umumnya, telah mendorong Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Kalimantan Selatan untuk mengeluarkan fatwa. Fatwa MUI
Wilayah IV Kalimantan No. :
127/MUI-KS/XII/2006 tanggal 13 Desember 2006 menyatakan sebagai berikut. Pertama, penebangan dan
penambangan yang merusak lingkungan dan merugikan masyarakat dan atau negara
hukumnya haram. Kedua, semua kegiatan dan
penghasilan yang didapat dari bisnis
tersebut tidak sah dan hukumnya haram. Ketiga, penegak hukum
wajib bertindak tegas sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang
berlaku. Seharusnya fatwa ini juga
mengingatkan kita semua, untuk bersama-sama mencegah dan memerangi hal-hal yang
menimbulkan kemudharatan yang luar biasa, termasuk penambangan emas liar di
sekitar Waduk Riam Kanan.
Beberapa
program yang bertujuan untuk untuk pemberdayaan masyarakat lokal telah lama
diluncurkan. Kementerian Kehutanan melalui berbagai bentuk kegiatan reboisasi
di Riam Kanan dan pada tahun-tahun terakhir melalui Balai Pengelolaan Daerah
(BPDAS) Barito
juga meluncurkan program sejenis bantuan sosial. Program tersebut bertajuk Bantuan
Langsung Masyarakat Pengembangan Perhutanan Masyarakat Pedesaan Berbasis
Konservasi (BLM-PPMPBK), yang dalam proses perjalanan dan hasil akhirnya
salah satunya bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat lokal. Sejak
2011 juga diluncurkan program rehabilitasi lahan kritis baik dengan pola Kebun
Bibit Rakyat (KBR) dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kawasan Konservasi (RHL
KK), yang sebagian besar komoditasnya disesuaikan dengan keperluan masyarakat
lokal. Sedangkan dari PLTA Ir. P.M. Noor sejak lama telah aktif dalam program
bantuan bibit untuk masyarakat lokal seperti karet, durian dan sukun. Bibit ini
ditanam di sekitar Waduk Riam Kanan sampai elevasi tertentu pada tahun
2003/2004.
Tugas berat dan mulia dalam menyelamatkan Riam
Kanan di depan mata. Saatnya Pemerintah, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM), dunia usaha dan elemen terkait lainnya ber sinergi dan dan bertindak, untuk
bertindak menyelamatkan Riam Kanan. Selamatkan zona penyangga kehidupan
masyarakat Kalimantan Selatan ! Stop penambangan Riam Kanan sebelum bencana
besar datang menghadang. Selamatkan Riam
Kanan untuk kita semua !
Semoga …..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar