Advertising

Selasa, 03 Februari 2009

WIDYAISWARA, OH WIDYAISWARA

Widyaiswara, Oh Widyaiswara

Beberapa tahun yang lalu salah seorang karib saya menerima SK pengangkatan sebagai CPNS di sebuah Departemen. Pertama kali yang diekspresikannya adalah kegembiraan sebagaimana layaknya seorang yang baru saja diangkat sebagai CPNS, tetapi sekaligus bercampur kebingungan dan ketidakmengertian. Ia merasa bingung karena pada SK yang ia terima tertulis, bahwa yang ia ditempatkan sebagai Calon Widyaiswara pada sebuah sebuah UPT di Departemen tersebut. Lantas ia berusaha mencari tahu, kesana kemari apa itu gerangan Widyaiswara. Ternyata sebagian besar yang ditanya mengatakan tidak tahu, termasuk orang-orang yang sudah lama menjadi PNS. Baru setelah mendapatkan informasi dari sebuah sumber di Departemen tersebut ia menyimpulkan sendiri bahwa Widyaiswara itu mirip-mirip dengan dosen, guru, instruktur atau profesi tenaga pengajar lainnya.

Kalau kalangan PNS saja masih banyak belum memahami profesi Widyaiswara, logikanya masyarakat awam pun tentunya masih banyak yang belum mengerti hakekat Widyaiswara. Kata-kata Widyaiswara mungkin saja sering terdengar sayangnya masih juga tetapi kurang dimengerti arti, fungsi maupun keberadaannya. Agak berbeda dengan profesi seperti guru, dosen, atau profesi sejenis lainnya. Ketika penulis memiliki ketertarikan untuk masuk ke jabatan fungsional tersebut (meskipun tidak terlaksana) beberapa tahun terakhir dan berbagi cerita kepada salah seorang dosen senior sebuah universitas ternama di Kalimantan Selatan, sang dosen bilang kepada saya : “Widyaiswara itu para pensiunan ya, atau yang mau pensiun ya …. “Aneh tapi nyata, itulah salah satu fakta. Sekali lagi hal ini menjadi salah satu indikator betapa profesi Widyaiswara relatif belum banyak dikenal dan dipahami oleh kalangan PNS itu sendiri, apalagi di kalangan masyarakat awam.

Akhir-akhir ini profesi Widyaiswara sebagai salah satu jabatan fungsional bagi PNS khususnya pada lembaga pendidikan dan pelatihan juga semakin hangat dibicarakan, mengingat Widyaiswara merupakan salah satu komponen penting dalam keberhasilan penyelenggaraan sebuah pendidikan dan pelatihan. Sayangnya persepsi kalangan PNS terhadap Widyaiswara juga masih belum sepenuhnya benar. Diantaranya adalah persepsi bahwa Widyaiswara adalah merupakan “jabatan penampungan” atau sebuah wadah bagi mereka yang berkeinginan untuk memperpanjang masa usia pensiun. Atau juga merupakan wadah bagi seorang PNS yang kebetulan tidak mendapat lagi tempat pada jabatan struktural karena karir yang sudah mentok atau karena masalah-masalah lainnya, yang kemudian mengharuskan seorang pejabat banting setir untuk menentukan Widyaiswara sebagai alternatif pilihannya.

Persepsi tentang Widyaiswara ini lambat laun mengalami perubahan yang sangat mendasar di era reformasi ini. Tidak heran jika ada PNS yang mulai awal sudah menentukan Widyaiswara sebagai karir dan profesinya. Di beberapa Departemen peluang karir seorang Widyaiswara bahkan diawali dari CPNS. Juga pada akhir-akhir ini banyak pejabat struktural yang rela melepaskan jabatannya dan kemudian menentukan alternatif pilihan karir pada jabatan fungsional Widyaiswara. Hal seperti ini sudah jamak terjadi di era baru ini. Mereka siap berkompetisi dengan para pendahulunya untuk menjalani profesi Widyaiswara yang profesional, yang punya segudang prestasi dan peran strategis dalam proses transformasi kualitas sumber daya aparatur.

Hasil kajian yang dilakukan oleh beberapa pakar birokrasi dan lembaga-lembaga yang peduli terhadap birokrasi menunjukkan bahwa ternyata profesionalisme dan produktivitas birokrasi (aparatur pemerintah) di negeri ini masih rendah. Hal ini berdampak pula pada rendahnya daya saing dan efisiensi kinerja aparatur pemerintah. Mereka disinyalir masih sering mengabaikan berbagai keluhan masyarakat, sehingga image buruk terhadap aparatur pemerintah semakin melekat. Saya berpendapat bahwa terdapat korelasi positif antara kualitas aparatur dengan kualitas pendidikan dan pelatihan yang didapat oleh para aparatur, dimana salah satu unsur penting dalam pendidikan dan pelatihan adalah Widyaiswara. Dalam konteks ini salah satunya adalah terkait dengan kualitas Widyaiswara. Kalau memang demikian halnya maka seluruh unsur pendidikan dan pelatihan harus mawas diri, termasuk Widyaiswara..

Pendidikan dan latihan yang menjadi salah satu media transformasi kualitas sumber daya aparatur menjadi sangat penting dan strategis. Transformasi ini bermakna sebagai suatu proses perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Menurut McKinsey dalam Taufik Effendy (2006) dalam perubahan tersebut menyangkut beberapa hal yaitu budaya organisasi, kepegawaian, gaya kepemimpinan, kompetensi, struktur, sistim dan strategi. Kondisi tersebut di atas harus menjadi pemicu bagi Widyaiswara untuk menunjukkan bahwa keberadaannya sangatlah dibutuhkan dan memegang kata kunci dalam proses transformasi kualitas sumber daya aparatur.

Widyaiswara adalah seorang profesional. Sebagaimana halnya profesi lainnya, profesi Widyaiswara adalah profesi yang kompetitif. Artinya barang siapa yang tidak profesional maka tidak akan mampu bertahan atau survive, karena tidak dapat berkompetisi dengan orang yang lebih berkompeten. Apabila profesi Widyaiswara tidak kompetitif, tidak profesional maka dapat berakibat matinya profesi tersebut. Dalam kaitannya dengan aparatur pemerintah, aparatur pemerintah yang berkualitas tidak dapat dibentuk tanpa profesi Widyaiswara yang profesional. Anda sependapat ?

Banyak hambatan bagi untuk mewujudkan hal tersebut. Tantangan tersebut antara lain adalah : tuntutan dari para stake holder (partner lembaga kediklatan) agar Widyaiswara lebih memiliki kompetensi, kapabelitas dan kredibilitas. Tuntutan dari para costumer (peserta diklat dalam berbagai tingkatan) dan juga semakin meningkat dengan kompleks dan strategis. Kedudukan Widyaiswara yang semakin strategis juga dituntut untuk menjadi fasilitator, stimulator, dan innovator (bahkan inspirator) bukan hanya sebagai pengajar dan pendidik semata. Widyaiswara juga dituntut untuk dapat memainkan aktivitasnya sebaik mereka yang memiliki profesi sejenis seperti dosen, instruktur, guru, dan lain-lainnya pada bidangnya masing-masing.

Semakin tingginya intensitas interaksi antar pemerintah dengan pihak lainnya juga menimbulkan keinginan lainnya agar Widyaiswara berkiprah lebih aktif untuk memberikan kontribusi yang lebih signifikan dengan tidak meninggalkan norma-norma kediklatan yang selama ini dijalankan. Semakin kompleksnya masalah, tantangan dan tuntutan masyarakat lokal, nasional maupun global mungkin tidak pernah terbayangkan akan secepat ini terjadi. Dinamika yang terjadi di berbagai bidang seperti bidang kehidupan sosial, politik, ekonomi, teknologi informasi, harus menjadi inspirasi terjadinya perubahan mindset Widyaiswara menjadi lebih profesional. Lantas, sosok Widyaiswara profesional itu yang seperti apa ?

Pertama, kepribadian yang matang dan berkembang (mature and developing personality). Widyaiswara harus siap menerima masukan dan kritik dari semua pihak untuk pengembangan ke depan menjadi lebih baik. Pernah ada sebuah pengalaman, ketika saya ketika menjadi panitia dalam sebuah pendidikan dan pelatihan, ada seorang Widyaiswara yang tidak sanggup mengakui berbagai kekurangan dan kelemahannya ketika mendapatkan evaluasi dari peserta. Evaluasi memang biasa dilakukan oleh peserta, yang difasilitasi panitia melalui blangko evaluasi peserta kepada Widyaiswara. Ternyata reaksi yang muncul adalah yang bersangkutan menunjukkan emosionalnya, tidak mau menerima, merasa dirinya benar dan memberikan masukan kepada panitia agar peserta yang bersangkutan tidak lulus. Hal ini bisa menjadi satu indikator bahwa kepribadian yang matang dan berkembang belum sepenuhnya dimiliki oleh seorang Widyaiswara.

Kedua, harus memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat. Dalam kaitannya dengan hal ini Drucker (1999) mengemukakan bahwa organisasi yang cerdas dan kuat adalah organisasi yang diisi oleh sumber daya manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat. Tanpa sumber daya manusia yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat tidak mampu melayani permintaan dunia kerja baik di tingkat lokal, nasional maupun global yang semakin maju dan terbuka. Oleh sebab itu tenaga Widyaiswara yang profesional hendaknya memiliki dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat.

Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi seorang Widyaiswara bukanlah pengetahuan yang setengah-setengah, tetapi haruslah merupakan penguasaan secara totalitas. Widyaiswara yang tidak memiliki dasar ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat akan terlibas dan lambat laun dia akan ditinggalkan oleh profesinya. Penguasaan dasar ilmu pengetahuan dan teknologi ini harus sejajar dengan yang dimiliki oleh profesi lainnya.

Widyaiswara yang “gap-iptek” (gagap ilmu pengetahuan dan teknologi) bisa jadi akan menjadi bulan-bulanan peserta pendidikan dan pelatihan. Perlu dipahami bahwa para peserta adalah bukanlah nol sama sekali dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi. Bisa jadi mereka sangat menguasai. Karakter peserta juga bermacam-macam. Bukan tidak mungkin Widyaiswara akan menemukan seseorang yang berkarakter pandai, cerdas tetapi sekaligus sombong, yang tentu saja akan lebih susah menghadapinya kalau penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi seorang Widyaiswara setengah-setengah. Saat ini sudah merupakan era digitalisasi, sehingga metode proses transformasi kualitas sumber daya aparatur harus menyesuaikan, tidak cukup menggunakan sarana prasarana dan metodologi klasik. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat diharapkan Widyaiswara juga dituntut mampu membangkitkan minat peserta untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan secara baik, untuk mengembangkan diri mereka.

Ketiga, Widyaiswara sebagai suri tauladan bagi para peserta pendidikan dan pelatihan. Perlu disampaikan disini bahwa sekali lagi fungsi Widyaiswara adalah berkaitan dengan transformasi kualitas sumber daya aparatur. Apa-apa yang disampaikan oleh Widyaiswara adalah hal yang sangat ideal. Diantaranya adalah menyangkut aspek kepemimpinan, kedisiplinan, kerjasama, inisiatif, transparansi, kreatifitas, kepribadian, budaya kerja, etika birokrasi dan lain sebagainya. Sehingga sangat disayangkan apabila Widyaiswara hanya bisa berorasi dan berteori tetapi kurang bisa menempatkan diri dalam praktek sehari-hari, sebagai contoh yang baik bagi peserta pendidikan dan pelatihan maupun pada para PNS pada umumnya. Dengan demikian Widyaiswara disamping mendapatkan “coin” juga mendapatkan “point” tersendiri.

Keempat, pengembangan kemampuan profesional yang berkesinambungan. Suatu profesi yang berkembang adalah profesi yang terus menerus mengubah diri. Profesi Widyaiswara adalah sebuah profesi yang terus menerus berkembang secara berkesinambungan karena dinamika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terus-menerus terjadi dan unik bagi setiap individu dan masyarakat dalam situasi dan waktu yang berbeda. Termasuk dalam hal ini adalah dengan meningkatkan profesionalitas melalui berbagai pendidikan dan pelatihan bagi pengembangan Widyaiswara. Disamping itu juga harus rajin mengasah dan meng-update ilmu pengetahuan dan teknologi agar semakin kuat.

Hal tersebut di atas dapat dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan ke-Widyaiswaraan, menulis, seminar, lokakarya, diskusi internal di lingkungan Widyaiswara sendiri dan lain sebagainya. Guna mewujudkan tenaga widyaiswara yang profesional telah ditetapkan Standard Kompetensi Widyaiswara, yang dalam hal ini diatur di dalam Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 5 Tahun 2008 tertanggal 29 Agustus 2008. Sejalan dengan kebijakan tersebut di atas, oleh Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) ditetapkan pula Peraturan Kepala LAN Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Sertifikasi Widyaiswara.

Widyaiswara harus menjadi yang terdepan dalam memfasilitasi proses transformasi kualitas sumber daya aparatur, yang akan memberikan warna kepada aparatur pemerintah yang memiliki peran sentral dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Image Widyaiswara harus diperbaharui, Widyaiswara harus meretas ke depan untuk mewujudkan Widyaiswara yang profesional, yang siap untuk berkompetisi dan beradu dengan profesi sejenis lainnya. Tugas mulia dalam rangka transfer kualitas sumber daya aparatur telah menunggu. Bravo Widyaiswara, ……

Tidak ada komentar: