KORPRI Era Baru
Siapapun tahu, bahwa yang namanya KORPRI pada era lalu pernah menjadi mesin suara partai politik yang berkuasa pada masa orde baru. Setelah reformasi bergulir KORPRI memberanikan diri untuk tampil beda dengan memberanikan diri keluar dari lingkaran kekuasaan dan melalui musyawarah nasional yang digelar di awal reformasi KORPRI memproklamirkan diri sebagai organisasi non partisan pada aliran agama-suku-maupun parpol tertentu alias tidak lagi sekedar menjadi mesin politik suara penguasa.
Ketika penulis belum menjadi seorang PNS dan masih menjadi karyawan di salah satu perusahaan swasta dinaungi oleh SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ketika itu SPSI benar-benar melindungi, menaungi dan membantu berbagai kesulitan yang dialami oleh karyawan. Mulai dari kesejahteraan, kenaikan pangkat, promosi, besaran gaji dan tunjangan, bantuan-bantuan sosial dan sebagainya. Intinya SPSI memiliki peran sangat dominan dalam mendukung kuantitas dan kualitas kesejahteraan para para anggota. Penulis sedikit bertanya-tanya ketika memasuki dunia PNS dan sempat membayangkan bahwa peran KORPRI adalah seperti SPSI yang sangat peduli pada para anggotanya. Ibaratnya KORPRI adalah ”SPSI”nya PNS, ternyata yang ada tidak seperti yang penulis bayangkan.
Lalu ? Apakah peran KORPRI yang sebenarnya. Apakah sekedar memungut iuran rutin per bulan, yang kita tidak pernah tahu untuk apa pungutan tersebut ? Apakah yang semestinya diharapkan dari organisasi semacam KORPRI ? Menjadi pelayan masyarakat sepertinya bukan juga. Melayani anggotanya sepertinya juga tidak sepenuhnya dilakukan. KORPRI mestinya kalau ditinjau dari aspek fungsi sebenarnya lebih tepat kalau sebagai berfungsi sebagai lembaga pemberdayaan para anggotanya yang nota bene adalah PNS, para aparat birokrasi yang melekat dengan fungsi kekuasaan.
Puaskah anda dengan peranan KORPRI sekarang ? Seberapa jauh KORPRI sejak lahirnya telah memberikan andil terhadap pemberdayaan human resources di lingkungan KORPRI ? Apakah KORPRI akan dibiarkan terus hidup dengan paradigma lama dengan meminta iuran atau sumbangan kepada anggotanya yang dari dulu sampai sekarang mayoritas tidak punya? Setiap anggota rutin dikutip sumbangan mau tak mau harus bayar karena langsung dipotong dari gaji bulanannya.....
Kalau mau jujur sejak lahir sebenarnya lembaga KORPRI belum berbuat maksimal terhadap kemajuan dan peningkatan kualitas aggotanya dari sudut keilmuan-ketrampilan, kecuali mengajarkan pengetahuan bahwa selama ini KORPRI sebagai mesin kekuasaan orde baru dan selanjutnya tidak mendapat jerih payah apa-apa. Selebihnya kita jarang melihat, mendengar atau merasakan, bahwa KORPRI telah berbuat sesuatu untuk memperjuangkan nasib anggotanya.
Tantangan berat bagi KORPRI di era reformasi ini adalah bagaimana mencari format baru KORPRI sehingga menjadi organisasi yang selalu dirindukan-disukai dan dicari oleh (minimal) para anggotanya. Juga bagaimana KORPRI mewujudkan kemajuan KORPRI sehingga tidak hanya KORPRI sebagai papan nama tanpa fungsi. Tantangan paling berat lainnya bagi KORPRI adalah dengan dimulainya otonomi daerah. Mau-tak-mau, suka tidak suka KORPRI daerah boleh jadi tidak lagi mau diatur oleh KORPRI pusat dan harus kreatif dengan kondisi yang ada di daerah.
Mampukah KORPRI di daerah mengatur dan mengurus diri sendiri. Ancaman lain yang harus diwaspadai adalah bahwa KORPRI harus memperkuat benteng sendiri apabila tidak mau diintervensi oleh kekuatan parpol yang mau-tak-mau pula akan dapat mengulang sejarah orde baru. Padahal seperti pesan Bung Karno, kita harus selalu memakai “JAS MERAH”. Janganlah sekali-kali melupakan sejarah terutama sejarah yang buruk seperti pengalaman KORPRI di bawah orde baru. Dirgahayu KORPRI, 29 Nopember 2008. Marilah kita mencari format baru KORPRI yang lebih bermanfaat dan lebih berdaya guna, bagi kualitas para anggotanya dan untuk kemajuan nusa dan bangsa. ■
Siapapun tahu, bahwa yang namanya KORPRI pada era lalu pernah menjadi mesin suara partai politik yang berkuasa pada masa orde baru. Setelah reformasi bergulir KORPRI memberanikan diri untuk tampil beda dengan memberanikan diri keluar dari lingkaran kekuasaan dan melalui musyawarah nasional yang digelar di awal reformasi KORPRI memproklamirkan diri sebagai organisasi non partisan pada aliran agama-suku-maupun parpol tertentu alias tidak lagi sekedar menjadi mesin politik suara penguasa.
Ketika penulis belum menjadi seorang PNS dan masih menjadi karyawan di salah satu perusahaan swasta dinaungi oleh SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Ketika itu SPSI benar-benar melindungi, menaungi dan membantu berbagai kesulitan yang dialami oleh karyawan. Mulai dari kesejahteraan, kenaikan pangkat, promosi, besaran gaji dan tunjangan, bantuan-bantuan sosial dan sebagainya. Intinya SPSI memiliki peran sangat dominan dalam mendukung kuantitas dan kualitas kesejahteraan para para anggota. Penulis sedikit bertanya-tanya ketika memasuki dunia PNS dan sempat membayangkan bahwa peran KORPRI adalah seperti SPSI yang sangat peduli pada para anggotanya. Ibaratnya KORPRI adalah ”SPSI”nya PNS, ternyata yang ada tidak seperti yang penulis bayangkan.
Lalu ? Apakah peran KORPRI yang sebenarnya. Apakah sekedar memungut iuran rutin per bulan, yang kita tidak pernah tahu untuk apa pungutan tersebut ? Apakah yang semestinya diharapkan dari organisasi semacam KORPRI ? Menjadi pelayan masyarakat sepertinya bukan juga. Melayani anggotanya sepertinya juga tidak sepenuhnya dilakukan. KORPRI mestinya kalau ditinjau dari aspek fungsi sebenarnya lebih tepat kalau sebagai berfungsi sebagai lembaga pemberdayaan para anggotanya yang nota bene adalah PNS, para aparat birokrasi yang melekat dengan fungsi kekuasaan.
Puaskah anda dengan peranan KORPRI sekarang ? Seberapa jauh KORPRI sejak lahirnya telah memberikan andil terhadap pemberdayaan human resources di lingkungan KORPRI ? Apakah KORPRI akan dibiarkan terus hidup dengan paradigma lama dengan meminta iuran atau sumbangan kepada anggotanya yang dari dulu sampai sekarang mayoritas tidak punya? Setiap anggota rutin dikutip sumbangan mau tak mau harus bayar karena langsung dipotong dari gaji bulanannya.....
Kalau mau jujur sejak lahir sebenarnya lembaga KORPRI belum berbuat maksimal terhadap kemajuan dan peningkatan kualitas aggotanya dari sudut keilmuan-ketrampilan, kecuali mengajarkan pengetahuan bahwa selama ini KORPRI sebagai mesin kekuasaan orde baru dan selanjutnya tidak mendapat jerih payah apa-apa. Selebihnya kita jarang melihat, mendengar atau merasakan, bahwa KORPRI telah berbuat sesuatu untuk memperjuangkan nasib anggotanya.
Tantangan berat bagi KORPRI di era reformasi ini adalah bagaimana mencari format baru KORPRI sehingga menjadi organisasi yang selalu dirindukan-disukai dan dicari oleh (minimal) para anggotanya. Juga bagaimana KORPRI mewujudkan kemajuan KORPRI sehingga tidak hanya KORPRI sebagai papan nama tanpa fungsi. Tantangan paling berat lainnya bagi KORPRI adalah dengan dimulainya otonomi daerah. Mau-tak-mau, suka tidak suka KORPRI daerah boleh jadi tidak lagi mau diatur oleh KORPRI pusat dan harus kreatif dengan kondisi yang ada di daerah.
Mampukah KORPRI di daerah mengatur dan mengurus diri sendiri. Ancaman lain yang harus diwaspadai adalah bahwa KORPRI harus memperkuat benteng sendiri apabila tidak mau diintervensi oleh kekuatan parpol yang mau-tak-mau pula akan dapat mengulang sejarah orde baru. Padahal seperti pesan Bung Karno, kita harus selalu memakai “JAS MERAH”. Janganlah sekali-kali melupakan sejarah terutama sejarah yang buruk seperti pengalaman KORPRI di bawah orde baru. Dirgahayu KORPRI, 29 Nopember 2008. Marilah kita mencari format baru KORPRI yang lebih bermanfaat dan lebih berdaya guna, bagi kualitas para anggotanya dan untuk kemajuan nusa dan bangsa. ■
2 komentar:
Betul, mas. Saya juga merasa jadi anggota KORPRI cuma kalo pas apel pake seragam KORPRI aja. he..he..
Mas, sekarang blog ku ganti yg ini : http://roni336.com. Tolong di link back ya..
Thank's.
Tks. your comment. sudah saya link balik.
Posting Komentar